Sabtu, 19 Desember 2009

Murid Ditampar Balas Kepruk Guru, Dilakukan Siswa SMP

Ulah Fr, 14, siswa kelas tiga sebuah SMP swasta di kawasan Tulangan, Sidoarjo ini tak patut ditiru. Bocah asal Desa Kemantren Tulangan ini nekat mengepruk gurunya, Ahmad Syaiful Anam, 36, memakai besi cor sepanjang 10 sentimeter.Fr dendam kepada guru yang bertempat tinggal di Desa Kepuh Kemiri RT 1/RW1 Tulangan tersebut karena pernah ditempeleng setelah ditegur tidak lengkap menyerahkan hasil pekerjaan rumah (PR) mata pelajaran Bahasa Inggris. Berdasarkan informasi yang dihimpun Surya, Fr tiba-tiba nekat mengepruk kepala gurunya dengan sebatang besi cor ulir yang dibawanya sejak dari rumah, saat jam pelajaran berlangsung, di ruang kelas IXB, Senin (14) lalu.

Saat itu, Syaiful Anam baru saja duduk di kursinya usai mengucapkan uluk salam. Namun Fr sontak mendekat kemudian memukulkan besi batangan ini mengenai pelipis kiri hingga telinga kiri Syaiful Anam. Mendapatkan serangan mendadak, korban sontak kaget. Batangan besi itu lalu direbut dari tangan Fr. Begitu korban berhasil merebutnya, besi batangan itu lalu dibuang ke lantai kelas dan diinjak dengan kakinya. Namun rupanya amarah Fr tak terbendung. Dengan tangan kirinya, Fr melayangkan bogem mentahnya ke arah korban.

Aksi Fr ini membuat siswa lainnya kaget dan panik. Situasi ruang kelas IXB tak terkendali. Sebagian siswa perempuan, di antara 40 siswa kelas IXB, berhamburan ke luar kelas. Sedangkan siswa laki-laki berusaha melerai ‘pergumulan’ siswa-guru tersebut. Ulah kalap Fr berakhir setelah sejumlah guru lainnya berusaha mengamankannya. Fr lantas digiring ke ruang kepala sekolah dan selanjutnya dibawa ke Mapolsek Tulangan.

Di saat yang sama, korban yang terluka di bagian pelipis kirinya melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Tulangan. “Keduanya datang bersamaan saat melapor ke polsek Senin lalu,” kata seorang penyidik Polsek Tulangan, Rabu (16/12). Setelah ditelusuri, ulah brutal Fr ini dipicu rasa dendam kepada guru Bahasa Inggrisnya tersebut, karena Fr pernah ditempeleng korban pada Kamis (10/12) pekan lalu. Hukuman itu diterima Fr saat dia diminta menyerahkan hasil pekerjaan rumahnya. Dari lima item soal, Fr hanya mengerjakan satu item soal. Saat ditanya gurunya kenapa hanya satu soal yang dikerjakan, Fr berasalan dirinya malas. “Diduga karena jawaban inilah, korban emosi, “ kata Kapolsek Tulangan AKP Mujiono, Rabu (16/12).

Kepada polisi, sejumlah teman FR mengakui jika Fr terkenal agak bandel di kelasnya. Namun teman Fr ini tidak menjelaskan sejauh mana kebandelan Fr. Saat diperiksa polisi, Fr mengaku dendam kepada gurunya tersebut. Dia juga mengaku tidak suka dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. “Kayaknya pelaku ini kategori siswa bandel. Saat diperiksa penyidik, tidak ada mimik rasa penyesalan,” ungkap Mujiono.

Dari penelusuran polisi, diduga kuat emosi Fr tidak stabil. Saat diperiksa polisi, Fr juga mengaku kerap menerima pukulan dari ayahnya yang pengangguran. Namun saat ditanya apakah dia juga membalas pukulan sang ayah, Fr menjawab tidak. “Karena dia bapak saya sendiri,“ kata Mujiono menirukan pengakuan Fr.

Mujiono menyatakan, polisi akan menjerat tersangka dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Ancaman hukumannya empat tahun penjara. Namun karena tersangka masih di bawah umur, polisi hanya mengenakan wajib lapor dan tidak melakukan penahanan. Perlakuan itu diberikan karena Fr berstatus siswa yang hendak mengikuti ujian. “Namun kasusnya tetap kami proses sesuai hukum,“ tegas Mujiono.

Sementara itu, Syaiful Anam belum bisa dikonfirmasi. Saat Surya mendatangi rumahnya, Rabu (16/12) malam, di Dusun Kepuh RT 1/RW 1 Desa Kepuh Kemiri, Tulangan, seorang perempuan yang mengaku istrinya, meminta agar Surya tidak mewawancarai Syaiful Anam. “Suami saya lagi terbaring, masih sakit,“ katanya, pukul 21.00 WIB. Meski begitu, istri Syaiful Anam membenarkan jika kejadian itu sudah dilaporkan suaminya ke polisi. “Memang sudah dilaporkan kok,“ katanya.

Tidak Ramah Anak

Menurut pengamat pendidikan yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, Daniel M Rosyid, peristiwa kekerasan yang kerap terjadi pada lingkup dunia pendidikan merupakan imbas dari pendekatan pengajaran yang keliru. Proses pendidikan tidak berorientasi pada anak atau tidak ramah anak. “Sekolah hanya menjadi tempat guru mengajar, tetapi bukan tempat murid belajar. Proses pendidikan ini tidak memperhatikan kondisi murid,” kata Daniel ketika dihubungi Surya, Rabu (16/12) malam. Dengan pola pendekatan sistem pengajaran semacam itu, menurutnya kekerasan kepada siswa akan terus terjadi. Baik berbentuk kekerasan fisik maupun non fisik, misalnya mengabaikan pendapat siswa dan menutup ruang diskusi atau dialog dengan siswa.

Daniel menduga kejadian kekerasan guru dan siswa di Sidoarjo juga terpengaruh oleh kondisi menjelang ujian nasional. Baik siswa maupun guru saat ini tengah menghadapi tingkat stres yang tinggi. “Saya menduga mendekati unas, guru dan murid mengalami tingkat stres tinggi. Bukan tidak mungkin berikutnya akan ada kejadian kesurupan massal atau histeria siswa sekelas,” kata Daniel.

Yang lebih perlu diwaspadai adalah kondisi para siswa kelas 3 SMP dan SMU yang kini harus duduk di bangku sekolah antara 6-7 jam per hari. Belum lagi pelajaran tambahan di luar sekolah. Akibatnya, kegiatan hobi siswa seperti musik dan olahrga yang bisa menjadi ajang refreshing yang menyenangkan menjadi terkurangi.

Menurut Daniel, kejadian seperti di Sidoarjo juga tidak bisa semata-mata dianggap kesalahan guru. Sebab akibat pendekatan pengajaran yang keliru, guru juga menjadi korban. “Menurut saya, sebaiknya diselesaikan di lingkup pendidikan dulu. Tetapi perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam. Sanksi buat guru sebaiknya diperingatkan dulu,” jelas Daniel.SURYA

sebenarnya bukan hal baru lagi murid berani melawan guru. dan betul sekali yang dikatakan oleh bp Daniel M Rosyid jika sekolah hanya tempat mengajar, bukan belajar. sehingga sering kali sekolah seperti tempat majikan dan bawahan, atau ratu dan abdi. setiap ada kesalahan pada siswa, guru lebih menghukum dalam arti pembalasan sikap dari pada pembenaran sikap. ada pepatah jika guru itu berarti di gugu dan di tiru (di anggap dan di ikuti nasiahatnya), tetapi oleh sebagian siswa yang merasa tidak senang dengan sikap si guru yang tidak bersahabat pepatah tadi di ubah menjadi di guyu dan ditinggal turu (di ejek nasihatnya dan kalau mengajar tinggal tidur). dulu sewaktu saya masih SD, ada seorang guru saya yang sangat tidak bersahabat dengan murid-murid. sehingga banyak siswa yang tidak senang denganya termasuk saya. bahkan dia pernah mendapat perlakuan perlawanan fisik dari teman saya meski tidak separah seperti yang di alami oleh bp Syaiful Anam. dan perlakuan sikap dia yang tidak bersahabat itu tetap membekas di hati saya hingga saat ini. karena perlakuan sikap yang tidak bersahabat itu membuat saya tidak pernah sama sekali merasa hormat padanya.dan saya berharap dengan banyaknya kejadian seperti ini, bisa menjadikan para guru untuk bisa berbenah diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar