Sabtu, 19 Desember 2009

30 Kepala Sekolah Dipecat

Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya Sahudi menyatakan, dirinya telah memecat 30 kepala sekolah (kasek) di Surabaya karena dinilai telah melakukan penyimpangan bantuan operasional sekolah daerah (Bopda) 2009. "Sebanyak 30 kepala sekolah dipecat karena melakukan pelanggaran dan 35 pengawas sekolah mengundurkan diri," katanya saat dengar pendapat dengan anggota Komisi D DPRD Surabaya, Kamis (17/12).
Menurut dia, para kasek tersebut dinilai telah menyalahgunakan kewenangannya dalam melaksanakan program bopda, salah satunya dalam hal administrasi keuangan. "Saya tegaskan, tidak ada pungli (pungutanm liar) cuma kesalahan administrasi saja," katanya. Namun, Sahudi enggan menyebutkan kepala sekolah mana saja yang dipecat tersebut. "Yang jelas semua sekolah mulai dari SD, SMP, SMA dan SMK. Tapi sebagian sudah diproses di kejaksaan," ujarnya.
Dipecatnya sejumlah kasek tersebut, lanjut dia, menunjukkan bahwa pihaknya sudah melaksanakan program bopda sesuai aturan yang berlaku. "Ini suatu bukti bahwa bopda di Surabaya cukup bagus. Kalau ada laporan dari masyarakat soal penyelewengan bopda kami terus tindak lanjuti," katanya menegaskan.
Sementara itu, Ketua Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya Baktiono menyayangkan masih adanya laporan dari masyarakat terkait dengan penyalahgunaan bopda di sekolah-sekolah, salah satunya adanya pungutan liar (pungli). "Menarik SPP (sumbangan pokok pendidikan) yang tidak sesuai dengan telah ditetapkan dalam APBD sama dengan pungli," katanya. Baktiono menyebutkan jika hal itu ditelusuri maka akan diketahui banyak pungli di sekolah-sekolah. "Namun, kami tidak bisa membeberkan kalau tidak ada buktinya," ucapnya KRjogja.com.

Sekdes Pemabuk Digelandang 700 Pendekar

Sebuah warung yang digunakan pesta minuman keras (miras) di Desa Jambe, Kecamatan Singgahan, Tuban, digeruduk sekitar 700 anggota perguruan silat dari tiga perguruan, yaitu Setia Hati Teratai, Kera Sakti, dan Pagar Nusa. Kedatangan para pendekar yang berpakaian serba hitam ini membuat para pemabuk kabur. Dari enam orang yang sedang berpesta, hanya satu yang berhasil diamankan.

Penggerebekan itu bermula saat ada pemuda yang sedang membeli rokok mengetahui ada segerombol orang sedang pesta miras di warung milik Suyitno, 45, warga setempat. Di dalam warung, pemuda itu sempat menegur enam orang peminum itu, tapi malah menimbulkan pertengkaran mulut.

Dalam waktu bersamaan sekitar 700 pendekar silat dari tiga perguruan sedang mengadakan acara bersama keliling desa. Mengetahui ada adu mulut di warung tersebut, para pendekar mendekat. Melihat kedatangan para pemuda berseragam silat lengkap itu, para pemabuk langsung kabur. Tinggal satu orang saja yang tersisa. Yakni Yanto, 30, warga setempat yang diketahui merupakan suami dari sekretaris desa (sekdes) Jambe.

Yanto kemudian terlibat silat kata dengan para pendekar, karena Yanto merasa tidak bersalah, hingga akhirnya ditengahi oleh Kades Jambe, Agus Dwi Soko. Tapi, upaya itupun tak membuahkan hasil, hingga akhirnya permasalahan ini dilaporkan ke polisi. Selanjutnya, Yanto diarak berjalan kaki ke Mapolsek Singgahan oleh ratusan warga yang berkumpul malam hari itu. Lima orang peminum yang kabur juga dihadirkan di mapolsek. Namun mereka hanya semalam berada di mapolsek. “Kasus tersebut sudah kami proses. Para peminum kami bebaskan karena tidak ada unsur pidana yang dilakukan,” tegas Kapolsek Singgahan AKP Sabar, Rabu (16/12). Mereka hanya bakal dibidik pasal tipiring (tindak pidana ringan) karena telah mengedarkan miras.Surya

Murid Ditampar Balas Kepruk Guru, Dilakukan Siswa SMP

Ulah Fr, 14, siswa kelas tiga sebuah SMP swasta di kawasan Tulangan, Sidoarjo ini tak patut ditiru. Bocah asal Desa Kemantren Tulangan ini nekat mengepruk gurunya, Ahmad Syaiful Anam, 36, memakai besi cor sepanjang 10 sentimeter.Fr dendam kepada guru yang bertempat tinggal di Desa Kepuh Kemiri RT 1/RW1 Tulangan tersebut karena pernah ditempeleng setelah ditegur tidak lengkap menyerahkan hasil pekerjaan rumah (PR) mata pelajaran Bahasa Inggris. Berdasarkan informasi yang dihimpun Surya, Fr tiba-tiba nekat mengepruk kepala gurunya dengan sebatang besi cor ulir yang dibawanya sejak dari rumah, saat jam pelajaran berlangsung, di ruang kelas IXB, Senin (14) lalu.

Saat itu, Syaiful Anam baru saja duduk di kursinya usai mengucapkan uluk salam. Namun Fr sontak mendekat kemudian memukulkan besi batangan ini mengenai pelipis kiri hingga telinga kiri Syaiful Anam. Mendapatkan serangan mendadak, korban sontak kaget. Batangan besi itu lalu direbut dari tangan Fr. Begitu korban berhasil merebutnya, besi batangan itu lalu dibuang ke lantai kelas dan diinjak dengan kakinya. Namun rupanya amarah Fr tak terbendung. Dengan tangan kirinya, Fr melayangkan bogem mentahnya ke arah korban.

Aksi Fr ini membuat siswa lainnya kaget dan panik. Situasi ruang kelas IXB tak terkendali. Sebagian siswa perempuan, di antara 40 siswa kelas IXB, berhamburan ke luar kelas. Sedangkan siswa laki-laki berusaha melerai ‘pergumulan’ siswa-guru tersebut. Ulah kalap Fr berakhir setelah sejumlah guru lainnya berusaha mengamankannya. Fr lantas digiring ke ruang kepala sekolah dan selanjutnya dibawa ke Mapolsek Tulangan.

Di saat yang sama, korban yang terluka di bagian pelipis kirinya melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Tulangan. “Keduanya datang bersamaan saat melapor ke polsek Senin lalu,” kata seorang penyidik Polsek Tulangan, Rabu (16/12). Setelah ditelusuri, ulah brutal Fr ini dipicu rasa dendam kepada guru Bahasa Inggrisnya tersebut, karena Fr pernah ditempeleng korban pada Kamis (10/12) pekan lalu. Hukuman itu diterima Fr saat dia diminta menyerahkan hasil pekerjaan rumahnya. Dari lima item soal, Fr hanya mengerjakan satu item soal. Saat ditanya gurunya kenapa hanya satu soal yang dikerjakan, Fr berasalan dirinya malas. “Diduga karena jawaban inilah, korban emosi, “ kata Kapolsek Tulangan AKP Mujiono, Rabu (16/12).

Kepada polisi, sejumlah teman FR mengakui jika Fr terkenal agak bandel di kelasnya. Namun teman Fr ini tidak menjelaskan sejauh mana kebandelan Fr. Saat diperiksa polisi, Fr mengaku dendam kepada gurunya tersebut. Dia juga mengaku tidak suka dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. “Kayaknya pelaku ini kategori siswa bandel. Saat diperiksa penyidik, tidak ada mimik rasa penyesalan,” ungkap Mujiono.

Dari penelusuran polisi, diduga kuat emosi Fr tidak stabil. Saat diperiksa polisi, Fr juga mengaku kerap menerima pukulan dari ayahnya yang pengangguran. Namun saat ditanya apakah dia juga membalas pukulan sang ayah, Fr menjawab tidak. “Karena dia bapak saya sendiri,“ kata Mujiono menirukan pengakuan Fr.

Mujiono menyatakan, polisi akan menjerat tersangka dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Ancaman hukumannya empat tahun penjara. Namun karena tersangka masih di bawah umur, polisi hanya mengenakan wajib lapor dan tidak melakukan penahanan. Perlakuan itu diberikan karena Fr berstatus siswa yang hendak mengikuti ujian. “Namun kasusnya tetap kami proses sesuai hukum,“ tegas Mujiono.

Sementara itu, Syaiful Anam belum bisa dikonfirmasi. Saat Surya mendatangi rumahnya, Rabu (16/12) malam, di Dusun Kepuh RT 1/RW 1 Desa Kepuh Kemiri, Tulangan, seorang perempuan yang mengaku istrinya, meminta agar Surya tidak mewawancarai Syaiful Anam. “Suami saya lagi terbaring, masih sakit,“ katanya, pukul 21.00 WIB. Meski begitu, istri Syaiful Anam membenarkan jika kejadian itu sudah dilaporkan suaminya ke polisi. “Memang sudah dilaporkan kok,“ katanya.

Tidak Ramah Anak

Menurut pengamat pendidikan yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, Daniel M Rosyid, peristiwa kekerasan yang kerap terjadi pada lingkup dunia pendidikan merupakan imbas dari pendekatan pengajaran yang keliru. Proses pendidikan tidak berorientasi pada anak atau tidak ramah anak. “Sekolah hanya menjadi tempat guru mengajar, tetapi bukan tempat murid belajar. Proses pendidikan ini tidak memperhatikan kondisi murid,” kata Daniel ketika dihubungi Surya, Rabu (16/12) malam. Dengan pola pendekatan sistem pengajaran semacam itu, menurutnya kekerasan kepada siswa akan terus terjadi. Baik berbentuk kekerasan fisik maupun non fisik, misalnya mengabaikan pendapat siswa dan menutup ruang diskusi atau dialog dengan siswa.

Daniel menduga kejadian kekerasan guru dan siswa di Sidoarjo juga terpengaruh oleh kondisi menjelang ujian nasional. Baik siswa maupun guru saat ini tengah menghadapi tingkat stres yang tinggi. “Saya menduga mendekati unas, guru dan murid mengalami tingkat stres tinggi. Bukan tidak mungkin berikutnya akan ada kejadian kesurupan massal atau histeria siswa sekelas,” kata Daniel.

Yang lebih perlu diwaspadai adalah kondisi para siswa kelas 3 SMP dan SMU yang kini harus duduk di bangku sekolah antara 6-7 jam per hari. Belum lagi pelajaran tambahan di luar sekolah. Akibatnya, kegiatan hobi siswa seperti musik dan olahrga yang bisa menjadi ajang refreshing yang menyenangkan menjadi terkurangi.

Menurut Daniel, kejadian seperti di Sidoarjo juga tidak bisa semata-mata dianggap kesalahan guru. Sebab akibat pendekatan pengajaran yang keliru, guru juga menjadi korban. “Menurut saya, sebaiknya diselesaikan di lingkup pendidikan dulu. Tetapi perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam. Sanksi buat guru sebaiknya diperingatkan dulu,” jelas Daniel.SURYA

sebenarnya bukan hal baru lagi murid berani melawan guru. dan betul sekali yang dikatakan oleh bp Daniel M Rosyid jika sekolah hanya tempat mengajar, bukan belajar. sehingga sering kali sekolah seperti tempat majikan dan bawahan, atau ratu dan abdi. setiap ada kesalahan pada siswa, guru lebih menghukum dalam arti pembalasan sikap dari pada pembenaran sikap. ada pepatah jika guru itu berarti di gugu dan di tiru (di anggap dan di ikuti nasiahatnya), tetapi oleh sebagian siswa yang merasa tidak senang dengan sikap si guru yang tidak bersahabat pepatah tadi di ubah menjadi di guyu dan ditinggal turu (di ejek nasihatnya dan kalau mengajar tinggal tidur). dulu sewaktu saya masih SD, ada seorang guru saya yang sangat tidak bersahabat dengan murid-murid. sehingga banyak siswa yang tidak senang denganya termasuk saya. bahkan dia pernah mendapat perlakuan perlawanan fisik dari teman saya meski tidak separah seperti yang di alami oleh bp Syaiful Anam. dan perlakuan sikap dia yang tidak bersahabat itu tetap membekas di hati saya hingga saat ini. karena perlakuan sikap yang tidak bersahabat itu membuat saya tidak pernah sama sekali merasa hormat padanya.dan saya berharap dengan banyaknya kejadian seperti ini, bisa menjadikan para guru untuk bisa berbenah diri.

Wah, Banyak PNS Pindah Kantor ke Warung Kopi

Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda Garut Teddi Iskandar mengakui, banyak PNS Pemkab Garut yang lebih suka di warung kopi dibandingkan berada di ruangan kerja, sehingga pihaknya akan segera menerapkan tindakan disiplin.
Menurut Teddi Iskandar, sebagian pegawai yang berada di ruang kerja lebih banyak bermain game atau membuka situs jejaring sosial seperti facebook. "Banyak pegawai yang menghabiskan waktu bermain game atau buka facebook. Saya sangat menyesalkan hal itu," kata Teddi Iskandar, Rabu (16/12). Menurut dia, para pegawai yang seperti itu sudah menyepelekan disiplin waktu kerja. Karena itu, akan segera dilaksanakan kembali gerakan disiplin daerah (GDD) oleh Satuan Polisi Pamong Praja, di samping tentunya terus-menerus dilakukan pembinaan pegawai.
Sejak sepekan terakhir, sudah gencar diselenggarakan pembinaan disiplin pegawai, di antaranya untuk menyegarkan kembali pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30/1980 tentang disiplin PNS, kemudian pembinaan ke setiap kecamatan. Juga diingatkan kembali mengenai Undang Undang nomor 8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, agar para PNS mematuhi seluruh peraturan yang berlaku.
Banyaknya pegawai yang meninggalkan ruangan kerja bisa mengakibatkan penurunan kualitas kinerja dan produktivitas layanan kepada masyarakat. "Karena pekerjaan menjadi tertunda bahkan dapat menyebabkan terlantar, padahal setiap saat bermunculan berbagai ragam pekerjaan baru," katanya. Bahkan belum lama ini, pernah ada pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan setempat tertangkap tangan saat sedang bermain judi di kantor, sehingga yang bersangkutan terpaksa diproses secara hukum. Sedangkan pelanggaran disiplin lain yang selama ini kerap terjadi, pulang sebelum waktunya serta terlambat masuk kantor KOMPAS.com

Jumat, 11 Desember 2009

Prita & Hukum Negeri Abunawas

Djoko Suud Sukahar - detikNews

Jakarta - Gegap gempita perayaan antikorupsi membuat hati sukacita. Tanda masih banyak yang peduli dengan kebaikan negeri. Kebaikan tulus yang kadang menegasikan kebaikan formal dan legal. Solidaritas rakyat terhadap nasib Prita Mulyasari adalah ekspresi itu. Benarkah ini kebangkitan wong cilik yang selalu terkalahkan?
Suasana perayaan hari antikorupsi sedunia semarak. Tiap daerah negeri ini melakukan itu. Tidak peduli ada yang anarkhis bernostalgia sukses ‘people power’ di masa Orde Baru, serta di sana-sini terjadi bentrok dengan polisi. Tapi memang begitulah ekspresi ‘Negeri Abunawas’.
Negeri ini memang ‘negeri bim salabim’. Epidemi korupsi yang menjalar dari Rukun Tetangga (RT) sampai istana hanya dalam hitungan detik berubah menjadi musuh bersama. Yang menggelikan, para ‘koruptor’ pun tiba-tiba ikut berteriak antikorupsi. Korupsi itu seperti sesuatu yang tidak pernah ada di negeri ini dan tidak pernah dilakukan berjamaah.
Menggempitanya yel-yel demo antikorupsi menstimulasi berbagai perkara wong cilik. Kasus Prita yang ‘dinista’ Rumah Sakit (RS) Omni membentuk bola salju. Ibu yang ‘tidak paham’ hukum-hukum baru yang terus diciptakan itu membuatnya masuk bui. ‘Pemaksaan’ hukum agar dia meninggalkan balitanya yang masih menyusu melahirkan simpati. Derita ibu itu jadi simbol wong cilik yang teraniaya dan terlunta-lunta.
Kini perkara yang tidak kunjung selesai itu mengundang euphoria. Koin uang receh sebagai bentuk solidaritas terhadapnya terkumpul satu truk. Itu belum yang tertahan di beberapa daerah, dan terus mengalir di komunitas marjinal.
Solidaritas ini punya makna besar sekaligus bahaya besar. Itu sinyal rakyat tidak percaya lagi terhadap hukum dan penegaknya. Hukum bisa dibeli dan penegak gampang disogok bukan rahasia lagi. Ini membuat rakyat imun dan alergi.
Ketidakpercayaan terhadap aparat dan perangkatnya itu menggugah trauma masa lalu. Batin sebagai ‘bangsa terjajah’ menyembul. Penguasa dan orang kaya dianggap ‘penjajah’. Sedang yang tidak punya kuasa, lemah dan miskin dianggap saudara yang wajib dibela.
Dalam kasus Prita versus RS Omni, rumah sakit itu diidentifikasi sebagai ‘penjajah’. Memberi servis kurang baik dan memperkarakan Prita tatkala keluhan itu disampaikan pada teman lewat surat elektronik. Dan Prita harus mendekam di sel, meninggalkan balitanya di rumah.
Tindakan di luar kemanusiaan itu memilah yang berseteru sebagai ‘penjajah’ dan ‘terjajah’. Pihak Omni dirasakan sebagai ‘penguasa’ dengan kuasa dan kekayaannya ‘menjajah’ kemerdekaan Prita juga balita menyusu. Dan kian kental ketika pidana dimenangkan Omni diteruskan kasus perdata mendenda Prita dengan denda besar. Kebenaran dan kemenangan hukum Omni tidak bisa dibenarkan rakyat. Itu dianggap ‘menyakiti’ keadilan. Ini yang menarik gelombang hebat ‘pro Prita dan anti Omni’.
Kasus ini harus diwaspadai. Dalam banyak perkara yang ‘nyangkut’ dan tersimpan di hati rakyat ibarat ‘nyeret carang soko pucuk’. Menarik ranting bambu dari ujung. Tidak hanya sulit, tetapi berisiko besar. Kasus hukum itu punya kans melebar ke mana-mana. Terbuka sensitifikasi suku, agama, dan ras (Sara), termasuk perbedaan kaya dan miskin.
Pihak Omni harus peka dan berusaha rendah hati. Sikap yang mengesankan merasa benar di mata hukum bukan jaminan kasus ini selesai. Bahaya justru sedang tertuju padanya. Kalau itu terjadi, tidak ada yang mampu memprediksi dampaknya. Sebab emosi massa itu momok. Momok yang bisa melawan siapa saja dan melahap apa saja.
*Djoko Suud Sukahar: pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.
http://www.detiknews.com/read/2009/12/11/133039/1258496/103/prita-hukum-negeri-abunawas

Curi Sabun Mandi, Kakek 77 Tahun Disidang

Di usianya yang sudah lanjut, Rasdjo (77) harusnya bisa hidup tenang. Namun kakek renta ini justru harus berurusan dengan hukum. Warga Desa Sidokaton Blok Kamerun, Kabupaten Tegal, Jateng, disidang karena diduga mencuri sabun mandi dan kacang hijau senilai Rp 13.450.
Sabun mandi dan kacang hijau dicuri kakek Rasdjo dari sebuah minimarket di Desa Losari Lor Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Rasdjo seharusnya menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Sumber. Namun, ditunggu sejak pagi tak menampakan diri di PN Sumber. "Karena sudah tua, mungkin dia lupa untuk datang ke Pengadilan. Tak hanya itu, rumahnya juga jauh," Ujar salah seorang petugas PN Sumber yang enggan menyebutkan namanya, Jumat (11/12/2009).
Pencurian ini terjadi 9 November 2009. Rasdjo ditangkap petugas keamanan minimarket sedang mencuri dua sabun mandi serta kacang hijau. Rasdjo lantas ditahan oleh Polsek Losari selama 12 hari. Setelah perkara ini dilimpahkan ke Kejari Sumber, Rasdjo tidak ditahan. "Kami tidak menahan terdakwa Rasdjo karena sudah berumur tua 77 tahun. Rasdjo hidup sebatang kara dan status ekonominya dibawah garis kemiskinan. Dengan pertimbangan itu, kami tidak menahannya," Ujar Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Sumber, Banua Purba, SH.
Dalam pemeriksaannya, Terdakwa mengaku mengambil kedua barang itu karena tak punya uang. "Sabun untuk dia mandi dan kacang hijau untuk dia makan," Tambah Banua. Terdakwa akan melanjalani persidangan pada Senin (14/12/2009) dan akan dijemput ke rumahnya oleh pihak Kejaksaan setempat. http://www.detiknews.com/read/2009/12/11/141330/1258548/10/curi-sabun-mandi-kakek-77-tahun-disidang

Mantan Bupati Bojonegoro Divonis Dua Tahun Penjara

Mantan Bupati Bojonegoro, HM Santoso, Rabu (2/12) divonis dua tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider empat bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro. Santoso juga diminta mengganti uang negara Rp 3,455 miliar. Bila dalam waktu sebulan sejak putusan hakim, tidak menyerahkan pengganti maka diganti hukuman dua tahun penjara.
Menurut majelis hakim yang dipimpin Pudji Widodo terdakwa kasus dugaan korupsi angggaran APBD Bojoegoro 2007 pos bantuan sosial dan peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dalam dakwaan primer memperkaya diri sendiri dan orang lain atau secara bersama sehingga menyebabkan kerugian negara. Terdakwa dinilai hanya terbukti bersalah dalam dakwaan sekunder yakni menyalahgunakan wewenang yang dengan pengaruh dan kewenangan itu menyebabkan kerugian negara.
Majelis hakim juga memutuskan barang bukti Rp 250 juta dirampas negara. Sementara aset tanah dan bangunan seluas 500 meter persegi di Desa Pasinan Kecamatan Bauureno, atas nama Kaharudin Subgayono, tanah seluas 1.435 m2 di Baureono atas nama Kahurudin Subagyono, tanah dan bangunan seluas 225 m2 di Pasinan atas nama Siiti Solikah dan tanah seluas 330 m2 atas nama Siti Markijah disita dan dilelang untuk mengganti uang negara.
Terdakwa yang juga purnawirawan perwira menengah TNI AD dibebani biaya perkara. Hal yang memberatkan karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa, yang menurunkan kredibilitas pemerintah. Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, sopan selama sidang dan punya tanggungan keluarga. Sebelumnya terdakwa dituntut enam tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider empat bulan oleh Jaksa Penuntut Umum Kusnadi, Arifin, dan Sateno. Selain itu JPU menuntut terdakwa mengembalikan uang negara Rp 4,199 miliar.
Jaksa Penuntut Umum Sateno menyatakan akan pikir-pikir atas putusan hakim. "Kami akan mempelajari putusan hakim yang menganggap terdakwa tidak terbukti pada dakwan primer hanya dakwaan subsider. Kami ada waktu seminggu untuk membahasnya dan kemungkinan besar banding," katanya usai sidang. Penasihat Hukum terdakwa Abdus Salam akan mengajukan banding atas kliennya. "Kami yakin di PengadilanTinggi klien kami bebas. Pasal 2 Undang-undang Pemberantasan Korupsi saja tidak terbukti apalagi pasal 3," katanya. KOMPAS.com

Ya Ampun, Kepala Sekolah Korupsi Dana Buta Aksara

Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Selasa (13/10), menjebloskan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Isep Rusnawan bin Kosim (42) ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda kelas II Tangerang. Ia ditahan terkait dengan dugaan penyimpangan dana progam pemberantasan buta aksara tahun anggaran 2007."Tersangka Isep adalah satu-satunya tersangka dari tujuh tersangka yang terkait dalam tindak korupsi dana buta aksara sebesar Rp 15,9 miliar," ujar Kepala Seksi Perdata dan Tata Urusan Negara (Kasi Datun) Kejari Tangerang, Dedie Tri Hariadi, kepada wartawan seusai menangkap dan selanjutnya membawa tersangka ke Lapas Pemuda.
Menurut Dedie, penahanan ini dilakukan karena Ketua PKBM Citra Asih ini dapat memengaruhi saksi-saksi lain dengan cara mengirim pesan singkat (SMS). Saat penyidik kejaksaan sedang melakukan pemeriksaan terhadap saksi Junaedi (Bendaraha PKBM Citra Asih), tersangka mengirim SMS kepadanya.

SMS

Dedie menjelaskan, dalam isi SMS tersebut tersangka menyatakan agar Junaedi tetap bertahan, komitmen pada surat pernyataan dan surat kuasa yang telah dibuat karena dia (jaksa) tidak punya bukti jangan sampai terpancing. "Pesan ini jelas mempengaruhi penyelidikan sehingga dilakukan penahanan," ujar Dedie.
Dedie menjelaskan, saat dana dekonsentrasi turun dari pusat tahun anggaran 2007, Isep Rusnawan menerima sebesar 128 juta untuk kegiatan progam pemberantasan buta aksara di wilayah Kabupaten Tangerang. Namun, dalam pelaksanaan Isep membuat surat kuasa kepada Mahyudin, tenaga lapangan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Tangerang, untuk menjalankan progam PKBM tersebut.
Dalam penyerahan surat kuasa tersebut, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah, Kronjo, Kabupaten Tangerang, ini hanya menyerahkan uang sebesar Rp 70 juta kepada Mahyudin dari jumlah 128 juta yang diterimanya, tetapi dalam kwitansi tetap sebesar Rp 128 juta. "Otomatis dengan pengurangan dana tersebut progam kegiatan pengentasan buta aksara banyak yang fiktif," tegas Dedie.
Untuk diketahui, dana Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) itu dari APBN dan APBD Provinsi Banten. Dana itu disalurkan kepada 94 PKBM di 36 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Setiap PKBM mengajukan program pemberantasan buta aksara dengan menyiapkan tutor dan peralatan, seperti komputer dan alat tulis kantor, serta peserta. Ternyata, di antara kegiatan itu ada yang fiktif.
Dalam kasus tersebut penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) telah tetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Ketujuh tersangka adalah Sajum (Ketua PKBM) Al-Waqidah, Kpg Besar, Kecamatan Teluknaga), Saefie Sabor (Ketua PKBM Formula, Kpg Taha, Desa Sentul Jaya, Balaraja), Suhabudin (PKBM Seroja, Kecamatan Jayanti), Ahmad Hidayat (PKBM Pendidikan Anak Bangsa, Kecamatan Jambe), Agustin (PKBM Cendana, Kecamatan Kosambi), Drs Heri (PKBM Mekar Sari, Kecamatan Cisoka), dan Drs Isep Rusnawan (PKBM Citra Asri, Kecamatan Panongan) Kabupaten Tangerang. kompas.com

Inilah Ancaman Penghasilan Anggota DPRD

KOMPAS.com - Anggota DPRD Surabaya terancam hanya menerima gaji Rp 1,8 juta/bulan, sedangkan ketua dan wakilnya masing-masing Rp 2,1 juta/bulan dan Rp 2 juta/bulan. Ini akan terjadi kalau Gubernur Jatim Sukarwo menolak RAPBD 2010 Surabaya. Gaji Rp 1,8 juta sampai Rp 2,1 juta per bulan ini adalah uang representasi atau gaji pokok dewan. Sedangkan tunjangan perumahan untuk ketua Rp 7,5 juta/bulan, wakil ketua Rp 7 juta, anggota Rp 6,5 juta/bulan, dan tunjangan komisi Rp 190.000/bulan, serta tunjangan lainnya tidak akan cair. Dengan demikian, gaji ketua dewan yang sebelumnya Rp 18 juta, wakil ketua Rp 15 juta/bulan, dan anggota Rp 13 juta/bulan terkepras habis.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf, Kamis (3/10), menyatakan, “Memang, kalau RAPBD tidak disetujui ya dewan cuma dapat gaji pokok berupa uang representasi itu saja.” Selain mengancam gaji DPRD Surabaya, kinerja anggota DPRD juga akan terancam tanpa agenda kunker. Padahal, setiap tahun ada puluhan kali kunker. “Ya otomatis tidak bisa kunker, kalau RAPBD ditolak. Hak dewan ya cuma gaji pokok itu saja,” tegas Musyafak. Kalau itu benar-benar terjadi, akan terjadi gejolak di kalangan dewan. Apalagi, kunker selalu didambakan anggota dewan untuk rekreasi. “Ya mungkin saja mereka akan ngamuk kalau sudah begitu. Ya, lihat saja nanti,” ungkap Ketua DPC PKB Surabaya ini.
Sementara bagi pemkot, penolakan gubernur berarti pemkot hanya bisa mencairkan anggaran 1/12 persen dari APBD 2009 setiap bulan. Proyek pembangunan yang sudah dicanangkan tidak bisa dikerjakan. Begitu pula peresmian Surabaya Sport Center (SSC) pertengahan 2010 akan gagal. Sedangkan pilwali masih bisa dilaksanakan dengan mengambil anggaran rutin pemkot 1/12 per bulan.
Mencegah penolakan gubernur, sebelum 31 Desember 2009 ini Musyafak akan mengajak pimpinan DPRD maupun anggota dewan yang mendukung mekanisme pengesahan tatib sesuai permintaan gubernur. “Selama ini sudah kami ingatkan. Tapi, tidak digubris. Ya harus terima konsekuensinya. Mumpung belum terlambat ayo kita benahi,” ajaknya.
Terpisah, Asisten II Sekkota Surabaya Muhlas Udin mengakui cukup khawatir dengan kebijakan Gubernur Jatim Soekarwo yang akan menolak RAPBD 2010 mendatang. Jika ini terjadi, dipastikan ratusan proyek pembangunan kota surabaya yang sudah dirancang sejak lama akan tertunda karena anggaran untuk pembangunan tidak bisa dicairkan.a
Wakil Ketua DPRD Surabaya yang merangkap Ketua Dewan Wisnu Sakti Buana mengaku sudah mengirim surat ke gubernur maupun mendagri untuk meminta kejelasan terkiat tatib dewan, namun belum ada jawaban. Jika tatib ini menjadi alasan gubernur menolak RAPBD, Wisnu sangat menyesalkan hal itu. “Seharusnya surat kami dibalas, jangan terus berstatemen di media. Kalau di media kan tidak ada landasan tertulis yang bisa kami jadikan acuan,” katanya.

Dipastikan Menolak

Meski batas waktu pemprov menyikapi usulan RAPBD Surabaya baru 14 Desember, dapat dipastikan Gubernur akan menolak. Penolakan ini tak lepas dari hasil konsultasi Pemprov ke Depdagri 30 November. Dampak penolakan ini, Surabaya terancam tak punya APBD 2010 (Rp 3,9 triliun) dan harus memakai APBD 2009 (Rp 2,4 triliun). Padahal, ada selisih anggaran Rp 1,5 triliun.

Dalam konsultasi yang diwaliki tiga pejabat, yakni Asisten I Setdaprov Bidang Hukum dan Pemerintahan, Kabiro Pemerintah, dan Kabag Otonomi Daerah, Pemprov Jatim minta penjelasan khusus terkait kasus di DPRD Surabaya dan Tuban. Ternyata, penjelasan yag didapat adalah pemprov diminta menyesuaikan dengan ketentuan yang ada, yakni tetap mengacu pada UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan SE Mendagri 161/3405/Sj tertanggal 24 September 2009. Sebab, peraturan pemerintah (PP) yang menjelaskan UU baru belum turun. “Berdasar penjelasan itu, tidak ada alasan bagi DPRD Surabaya dan Tuban untuk tidak mengikuti amanat SE Mendagri 161/3405/Sj,” tegas Kabiro Pemerintahan Setdaprov Jatim Jarianto kemarin. Dalam SE dijelaskan, penetapan tata tertib harus dilakukan pimpinan definitif, bukannya oleh pimpinan sementara seperti yang dilakukan oleh DPRD Surabaya. Penjelasan evaluasi terhadap keputusan tentang tatib DPRD Surabaya oleh gubernur sudah disampaikan melalui surat 171/15985/011/2009 tertanggal 29 Oktober yang ditujukan kepada Ketua DPRD Surabaya. kompas.com

20 Mantan Anggota DPRD Dibui

Tepat pada Hari Antikorupsi Sedunia, Kejaksaan Negeri Bogor mengirim 20 anggota DPRD Kota Bogor periode 2004-2009 ke Lembaga Pemasyarakatan Paledang, di Bogor, Rabu (9/12) soreSeharusnya terdapat 24 mantan anggota DPRD yang dimasukkan ke LP Paledang. Namun, karena tiga orang di antaranya terpilih kembali sebagai anggota DPRD Kota Bogor, penahanannya harus menunggu izin dari Gubernur Jawa Barat. Adapun seorang lagi tidak datang karena harus menunggui orangtuanya yang sedang sakit. Sebanyak 10 anggota DPRD lainnya ditetapkan sebagai tahanan kota. Kejaksaan menargetkan berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bogor paling lambat hari Kamis (17/12).
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor Andi Muhammad Taufik mengatakan, seluruh anggota DPRD Kota Bogor periode 2004-2009 yang berjumlah 45 orang disangka mengorupsi Dana Penunjang Kegiatan DPRD Kota Bogor Tahun Anggaran 2002, dengan total kerugian negara mencapai Rp 6,4 miliar. Jumlah yang dikorup masing-masing anggota dewan berbeda. ”Yang dikorupsi tingkat pimpinan sekitar Rp 185 juta, wakil pimpinan Rp 155 juta, dan tingkat anggota dewan Rp 150 juta,” tutur Taufik.
Ke-20 mantan anggota dewan tersebut dikirim ke LP Paledang karena tidak ada upaya dari para tersangka untuk mengembalikan uang yang dikorupsinya. Padahal, kejaksaan telah memberi waktu mereka untuk paling tidak mengembalikan 80 persen dari uang yang dikorupsi. Batas akhir penyerahannya kemarin sore. ”Dalam perkara korupsi, selain penegakan hukum, target yang juga harus dicapai adalah uang yang dikorupsi bisa kembali ke negara. Jaksa penyidik menilai 20 orang tersebut tidak menunjukkan niatnya mengembalikan uang korupsinya. Ada 13 orang sudah mengembalikan uang yang dikorupsinya walaupun belum 100 persen,” papar Taufik.

Menurut Taufik, Ketua DPRD Kota Bogor Periode 2004-2009 Moch Sahid sudah divonis penjara 4,6 bulan karena terbukti melakukan korupsi bersama anggota dewan lainnya dan kini menjadi narapidana di LP Paledang. Sementara 10 anggota dewan sisanya statusnya beragam. Empat orang sudah meninggal dunia, lima orang anggota Fraksi TNI/Polri sehingga penyidikannya harus dilakukan pengadilan koneksitas. Satu orang belum diperiksa karena izin pemeriksaan/penyidikannya dari Presiden belum turun, pasalnya yang bersangkutan kini menjabat Wakil Wali Kota Bogor.

Semua anggota DPRD Kota Bogor periode 2004-2009 didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK), dengan ancaman pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Ditambah sangkaan subsider melanggar Pasal 3 UU RI No 31/1999 tentang PTPK, yang diancam penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Dade Agustani, kuasa hukum para tersangka, menyatakan sangat keberatan atas penahanan 20 orang kliennya. ”Selain tidak mungkin menghilangkan barang bukti karena mereka kini tidak menjadi anggota dewan lagi, mereka juga kooperatif dan seluruh keluarganya datang ke sini menjamin bahwa mereka tidak akan melarikan diri,” kata Dade. kompas.com

5.000 Guru Berhonor 150.000 Belum Dibayar

Sedikitnya 5.000 guru sukarelawan (sukwan) madrasah dan pondok pesantren di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pertanyakan honor senilai Rp 150 ribu per orang yang belum cair."Kami khawatir belum dicairkannya bantuan tersebut dapat mempengaruhi kinerja kami dalam mengajar," kata salah seorang guru Sukwan, Imam Cahyadi (37) di Cikarang.
Pemberian honor itu, biasa dilakukan setiap enam bulan sekali. "Tapi khusus semester kedua ini mengalami keterlambatan. Kami mendesak agar segera dicairkan," ujarnya. Pihaknya telah menyampaikan keluhan ini ke Kantor Departemen Agama setempat. Namun, belum mendapat respon. "Alasannya, sedang dalam tahap proses," katanya. Senada dikatakan Lisna Wulandari (32), pengajar di Kecamatan Tambun Selatan. Keterlambatan ini baru pertama dialaminya sejak dirinya bekerja sebagai guru dua tahun lalu. "Ini pertama kalinya terjadi, padahal pada tahun sebelumnya selalu tepat waktu," katanya.
Kepala Seksi Pondok Pesatren Kantor Depag Kabupaten Bekasi, Nani Mulyani mengatakan, bantuan honor guru sukwan tersebut saat ini sedang dalam proses dan akan segera cair. "Sedang diproses. Kami janji secepatnya bisa dibagikan," ucapnya. Di wilayah Kabupaten Bekasi saat ini terdapat sedikitnya 5.300 guru Sukawan di tingkat pendidikan madrasah dan pondok pesantren.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Taih Mintarno meminta pemerintah segera merealisasikan desakan tersebut. "Uang tersebut tentu sangat berarti buat mereka, jangan terkesan pemerintah kurang serius dalam menanganinya," kata Taih. Taih juga berpesan kepada seluruh guru sukwan untuk bersabar. "JIka memang masih dalam proses administrasi maka pasti akan cair. Namun, bila justru malah sebaliknya, kami akan memanggil pihak terkait untuk mendiskusikannya," ujarTaih kompas.com

Kamis, 10 Desember 2009

Agus Wardoyo Berjuang Menjadi Nadia

Agus Wardoyo (30), warga Kalilangsir, Kelurahan Gajah Mungkur, Kota Semarang, tengah berjuang untuk mendapatkan pengakuan hukum untuk berganti jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan di Pengadilan Negeri Kabupaten Batang. Agus Wardoyo yang kini menghabiskan hidupnya di "Omah Rakyat" milik aktivis LSM Batang, Handoko Wibowo, ini di Batang, Kamis (10/12/2009), mengatakan, dirinya optimistis Pengadilan Negeri Batang akan mengesahkan statusnya menjadi seorang wanita. "Saya berusaha PN Batang bisa mengesahkan statusnya sebagai seorang wanita. Sesuai dengan akte kelahiran memang saya berjenis kelamin laki-laki, tetapi semoga putusan PN Batang dapat mengesahkan menjadi seorang wanita," katanya.
Agus Wardoyo yang kini mengubah namanya menjadi Nadia ini mengatakan, dirinya akan tetap berjuang mengubah statusnya dari lelaki menjadi perempuan. "Saya sudah melakukan operasi kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sutomo di Surabaya. Mudah-mudahan PN Kabupaten Batang bisa mengesahkan saya menyandang status jenis perempuan," katanya.
Bambang Sugiyanto (57) dan Witem (56), orangtua Nadia, mengatakan, akan terus mendampingi anak bungsunya di PN Batang dalam memperjuangkan statusnya. "Semula saya tidak setuju saat mengetahui Agus berganti kelamin wanita. Namun, dengan pertimbangan demi kebaikan anak saya sendiri, dengan legawa merestuinya," katanya.
Nadia merupakan bungsu dari empat bersaudara dan semasa kecilnya dihabiskan bersama orangtuanya di Kalilangsir Nomor 646, Kelurahan Gajah Mungkur, Semarang Selatan. Namun, saat ini dirinya dan orangtuanya menjalani kehidupannya di "Omah Rakyat" di Dukuh Cepoko, Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar.
Nadia mengaku, sejak kecil sudah menunjukkan tanda-tanda sikap feminin. Namun, sebagai seorang laki-laki semua prosedur dijalaninya, seperti berangkat sekolah tetap menggunakan celana layaknya laki-laki normal. "Saya menghargai prosedur sebagai seorang laki-laki dengan tetap memakai celana. Namun, hati kecil saya menolak karena memang sejak kecil saya sudah seperti wanita,"katanya KOMPAS.com

Sabtu, 05 Desember 2009

Pak Sekdes Dipijat Gadis Sensual Pas Jam Kerja

Benar-benar keterlaluan Sekretaris Desa ini. Ia dengan santainya menggunakan waktu kerja untuk mampir ke panti pijat. Bd (35), salah seorang oknum sekdes di Kecamatan Tellu Siatinge, Kabupaten Bone, akhirnya diamankan aparat gabungan dari TNI, Polisi Militer, Polri, dan Satpol PP Bone di panti pijat yang tidak memiliki izin di salah satu salon di Jalan Sukawati Kota Watampone, Rabu (2/12).
Pada jam kerja tersebut, Bd ketahuan sedang berada di bilik bersama gadis ABG cantik yang merupakan pemijat di salon tersebut. Ketika sedang menikmati alunan musik dan pijatan, Bd ditangkap. Bd tidak menyangka jika kenikmatannya ini terusik oleh aparat. Begitu malunya ia sehingga menutup wajah ketika diamankan ke mobil dalmas.Tidak hanya Bd yang diamankan. Ni, gadis tukang pijat itu, juga turut dibawa ke kantor Satpol PP untuk dimintai keterangan.
Wakil Kepala Satpol PP Bone Andi Winarno memberikan peringatan keras kepada pemilik salon karena juga membuka dan menjual jasa pijat. "Padahal izinnya hanya salon biasa. Kami beri peringatan keras. Kalau masih melanggar, kita cabut izinnya," kata Winarno www.tribun-timur.com

50 Anggota DPRD Gresik Minta Laptop

Sebanyak 50 anggota DPRD Gresik, Jawa Timur, rame-rame mengajukan anggaran pembelian laptop yang dituangkan dalam hasil pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 antara badan anggaran, dan tim anggaran. Wakil Ketua DPRD Gresik Akhmad Nurhamim, Kamis (3/12), membenarkan dalam hasil pembahasan RAPBD 2010 terdapat pengajuan anggaran pengadaan laptop untuk 50 anggota DPRD. "Disahkan atau tidak pengajuan 50 buah laptop tersebut masih menunggu hasil finalisasi pembahasan RAPBD antara badan anggaran dan tim anggaran," katanya.
Berdasar penghitungan, rencananya untuk pembelian 1 unit laptop dipatok dengan harga Rp 18 juta, sehingga untuk pengadaan 50 buah laptop bisa menghabiskan anggaran Rp 900 juta. "Pengadaan 50 buah laptop tersebut direncanakan dimasukkan melalui pos Bagian perlengkapan Setda Pemkab Gresik," katanya. Menurut Nur Hamim, pengajuan laptop oleh dewan ini karena sesuai kebutuhan untuk kelancaran tugas, bahkan seperti anggota dewan periode sebelumnya juga sama mengajukan anggaran untuk pembelian laptop.
Ketika itu, masing-masing dari 45 anggota DPRD mendapatkan fasilitas laptop yang sifatnya hanya pinjam pakai. Artinya, ketika anggota DPRD purna tugas, maka laptop itu harus dikembalikan. "45 buah laptop merek HP yang pernah dipakai mantan anggota dewan itu sudah dikembalikan dan disimpan di Sekretariat DPRD. Kebanyakan laptop itu masih bagus. Tapi, sebagian ada yang sudah rusak," katanya. Beberapa mantan anggota DPRD pernah mengajukan pemutihan laptop tersebut, tapi permintaan itu tidak dipenuhi.
Pengadaan laptop mendapat tanggapan dari sejumlah fraksi, seperti yang dikemukakan Anggota FPAN, Faqih Usman, yang meminta pembelian laptop diseragamkan dan sebaiknya ukuran kecil dengan biaya Rp 6 juta hingga Rp 10 juta. Hal senada dikatakan anggota FPDIP, Jumanto. Ia juga setuju pengadaan laptop berukuran kecil karena lebih praktis.
Sementara pengajuan pembelian laptop anggota dewan mendapat sorotan dari Ketua Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Gresik, Khoirul Anam. Ia menilai perilaku anggota dewan ini manja, padahal mereka sudah banyak menikmati fasilitas dari anggaran APBD, seperti jatah mobil dinas, dan kini kembali meminta pengajuan laptop. "Mereka mestinya malu dipilih rakyat menjadi anggota dewan malah justru menghambur-hamburkan uang, apalagi di masing-masing ruangan DPRD sudah dilengkapi komputer, kenapa masih harus membeli laptop," katanya
kompas.com

Jumat, 04 Desember 2009

Uang Negara Rp 689 M Raib Akibat Korupsi Pengadaan Barang & Jasa

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat total kerugian negara akibat korupsi pengadaan barang dan jasa mencapai Rp 689,195 milliar. Jumlah tersebut dihitung dari kasus yang ditangani KPK sejak 2005-2009. "Data perkara dari tahun 2005 sampai dengan 2009 adanya kerugian sebesar Rp 689,195 milliar," ujar Plt Ketua KPK Tumpak H Panggabean saat jumpa pers dalam acara Konferensi Upaya Pencegahan Korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Balai Kartini, Jl Gatot Soebroto, Jaksel, Rabu (2/12/2009).
Menurut Tumpak, jumlah kerugian negara tersebut dihitung setelah ada putusan hukum yang tetap. Tercatat ada 50 perkara korupsi pengadaan barang dan jasa yang telah diusut KPK. "Nilai rata-rata kerugian negara 35 persen dari total nilai proyek (anggaran) Rp 1,9 trilliun," jelasnya.
Maraknya kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dikarenakan sistem pengadaan yang tertutup dan tidak akuntabel. Kerugian negara ini karena tindak pidana di bidang pengadaan barang dan jasa biasanya karena proses penunjukkan langsung.Korupsi pengadaan barang, 94 persen karena modus penunjukan langsung atau Rp 647 milliar. Sedangkan karena kasus mark up atas harga pengadaan sarana sebesar 6 persen atau Rp 41,3 milliar. detiknews.com.

Siapkan Hotel, Karaoke hingga Perempuan Untuk Melobi Anggota DPR !

MIRIS benar memperhatikan prilaku negatif anggota DPR. Fasilitas yang telah diberikan kepada mereka ternyata tidaklah mampu menjadi wakil rakyat yang diharapkan. Simaklah pengakuan mantan anggota DPR yang kini menjadi hakim konstitusi Mahfud MD. Dalam laporan kekayaan penyenyelenggaraan negara, Mahfud menceritakan pendapatan per bulan selama menjadi anggota DPR sebesar Rp 48 juta belum termasuk bantuan sewa rumah sebesar Rp 12 juta per bulan karena perumahan anggota DPR sedang direnovasi. Tentu jauh dari pendapatan masyarakat umum yang diwakilinya. Itupun, para wakil rakyat tetap sering mengeluhkan minimnya fasilitas yang mereka nikmati. Mereka tidak jarang meminta fasilitas tambahan, hingga pembelian mesin cuci.
Ternyata semua fasilitas yang diberikan negara belumlah cukup, sehingga sebagian anggota DPR pun meminta ‘’fasilitas’’ tambahan kepada pihak lain. Seperti yang terungkap dari kasus suap yang melibatkan Sekretaris Kabupaten Bintan Azirwan dengan anggota Komisi IV dari Partai Persatuan Pembangunan Al Amin Nur Nasution. Azirwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu lalu mengungkapkan setidaknya sembilan kali dirinya keluar masuk hotel berbintang dan karaoke menjamu anggota DPR.
Dia tidak hanya menjamu Al Amin, tetapi anggota Komisi IV lainnya. Sekali menjamu, dia harus merogoh kocek Rp 6 juta hingga Rp 9 juta. Tentu itu bukan uang pribadi, tetapi APBD kabupaten yang baru saja mengalami pemekaran. Bayangkan uang APBD digunakan bukan untuk kesejahteraan masyarakatnya, tetapi untuk menjamu anggota DPR yang merasa dirinya terhormat itu.
Keheranan tersebut juga disampaikan ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus Azirwan, Mansyurdin Chaniago. Dia berulangkali mempertanyakan mengapa APBD digunakan untuk hal tersebut. Dia juga mempertanyakan, mengapa pertemuan untuk pembahasan atau lobi dilakukan tidak di Gedung DPR tetapi justru di hotel berbintang atau di tempat karaoke.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, pertemuan antara Azirwan dengan anggota Komisi IV dilakukan setidaknya di ruang Karaoke Shanghai Hotel Borobudur, ruang KTV Emporium, Oak Room Hotel Nikko, dan Pub Mistere Hotel Ritz Charlton. Namun Azirwan mengaku tidak punya pilihan. Yang dilakukannya untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bintan. Dia bahkan mengaku, pemberian fasilitas kepada anggota DPR tidak hanya berupa hotel berbintang dan tempat karaoke, tetapi berupa uang yang jumlahnya cukup besar. Dalam dakwaan jaksa, Azirwan menjanjikan uang sebesar Rp 2 miliar. Kemudian Al Amin mengatakan akan membicarkan hal tersebut kepada anggota Komisi IV yang lain.
Tidak cukup dengan angka dua miliar, Al Amin minta ditambah menjadi Rp 3 miliar. Belum ditambah dana kunjungan kerja anggota DPR ke India sebesar Rp 100 juta. Padahal, menurut Mahfud, uang sisa kunjungan kerja ke luar negeri dipotong akomodasi dan biaya lainnya, setiap anggota dewan mengantongi bersih uang sebesar 7.500 dolar AS atau sekitar Rp 45 juta.Contoh gamblang tidak hanya digambarkan dalam kasus Al Amin, tetapi juga semua anggota DPR yang terlibat kasus korupsi yang kini tengah di proses di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam kasus aliran dana Bank Indonesia ke sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 juga terungkap, pembahasan dan lobi dilakukan di hotel berbintang.
Seperti di sebuah restoran China di Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan). Tidak tanggung-tanggung, dana yang dikucurkan ke DPR sebesar Rp 31,5 miliar yang berasal dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) milik BI. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka yang berasal dari DPR, Hamka Yandhu dan Anthony Zeidra Abidin keduanya politisi Partai Golkar.
Selain berupa pelayanan hotel berbintang dan tempat karaoke berkelas, dalam kasus Al Amin pun terungkap dalam rekaman percakapan yang diputar di pengadilan tindak pidana korupsi beberapa waktu lalu bahwa dia juga minta ditemani seorang wanita cantik. Meski hal tersebut dibantah dengan tegas oleh Al Amin, secara terpisah Azirwan membenarkan rekaman percakapan tersebut merupakan suara dirinya dengan Al Amin Nur Nasution.

Geger Skandal Asmara Politisi Partai Demokrat

Tensi politik di tanah air sedang tinggi. Skandal Bank Century membuat para politisi Senayan sibuk bermanuver. Di tengah heboh skandal itu, mencuat pula skandal yang tidak kalah panas. Kabar yang beredar Partai Demokrat kini digegerkan skandal asmara 2 politisinya. Dua politisi PD yang sama-sama menjadi anggota DPR diisukan terlibat skandal asmara. Si perempuan disebut berinisial S kini tengah hamil. Padahal orang ramai mengetahui status politisi perempuan itu adalah janda. Sementara si pria disebut berinisial A, sudah berkeluarga.
Gosip itu kini ramai menjadi kasak-kusuk di kalangan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Sejumlah politisi PD mau tidak mau memperbincangkan gosip tersebut namun enggan berkomentar karena belum tahu benar status 'kisah cinta' itu. Namanya juga isu, status mereka menikah atau tidak, masih simpang siur.Masih samar apakah pasangan sejoli itu melakukan selingkuh ataukah berpoligami.
Anggota DPR Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul mengakui skandal asmara itu menjadi gosip yang ramai dibahas di kalangan politisi PD. "Saya tanya jangan-jangan mereka (pasangan) sudah kawin. Tapi kawan-kawan bilang nggak ada yang tahu apakah mereka sudah kawin apa belum," kata Ruhut Kamis (3/12/2009).
Ruhut mengatakan ia tidak tahu detail skandal asmara dua anggota PD tersebut. Hanya ia mendengar kabar politisi perempuan yang disebut berinisial S itu kini tengah hamil 5 bulan. "Saya pernah tanya ke kawan, eh itu sudah tekdung (hamil) 5 bulan ya. Kata kawan-kawan ya,"
sedangkan menurut Wakil Ketua Partai Demokrat Ahmad Mubarok mereka berpoligami, karena sudah menikah satu tahun lalu. Menurut Mubarok, masalah ini bukanlah masalah besar bagi PD. Keduanya telah menikah secara resmi dan partai tidak melarang. "Cuma memang dirahasiakan, tanpa sepengetahuan yang (istri) pertama," www.detiknews.com




Rabu, 02 Desember 2009

jadi bandar Togel: Oknum Polisi dan PNS Diciduk

Karena terbukti menjadi bandar toto gelap (Togel), Brigadir Yoyok yang saat itu sedang dinas di salah satu polsek di Ponorogo, Jawa Timur, Senin (16/11), diperiksa di Mapolres setempat. Lima tersangka lainnya, salah satunya oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Madiun, Basori, juga diamankan.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni uang, kertas rekap, kalkulator, dan telepon genggam milik keenam tersangka. Mereka dijerat pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perjudian, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Khusus oknum polisi, kemungkinan akan dipecat. liputan6.com

aktivitas pagi di pasar sentul Jogja.