Sabtu, 19 Desember 2009
30 Kepala Sekolah Dipecat
Sekdes Pemabuk Digelandang 700 Pendekar
Sebuah warung yang digunakan pesta minuman keras (miras) di Desa Jambe, Kecamatan Singgahan, Tuban, digeruduk sekitar 700 anggota perguruan silat dari tiga perguruan, yaitu Setia Hati Teratai, Kera Sakti, dan Pagar Nusa. Kedatangan para pendekar yang berpakaian serba hitam ini membuat para pemabuk kabur. Dari enam orang yang sedang berpesta, hanya satu yang berhasil diamankan.
Penggerebekan itu bermula saat ada pemuda yang sedang membeli rokok mengetahui ada segerombol orang sedang pesta miras di warung milik Suyitno, 45, warga setempat. Di dalam warung, pemuda itu sempat menegur enam orang peminum itu, tapi malah menimbulkan pertengkaran mulut.
Dalam waktu bersamaan sekitar 700 pendekar silat dari tiga perguruan sedang mengadakan acara bersama keliling desa. Mengetahui ada adu mulut di warung tersebut, para pendekar mendekat. Melihat kedatangan para pemuda berseragam silat lengkap itu, para pemabuk langsung kabur. Tinggal satu orang saja yang tersisa. Yakni Yanto, 30, warga setempat yang diketahui merupakan suami dari sekretaris desa (sekdes) Jambe.
Yanto kemudian terlibat silat kata dengan para pendekar, karena Yanto merasa tidak bersalah, hingga akhirnya ditengahi oleh Kades Jambe, Agus Dwi Soko. Tapi, upaya itupun tak membuahkan hasil, hingga akhirnya permasalahan ini dilaporkan ke polisi. Selanjutnya, Yanto diarak berjalan kaki ke Mapolsek Singgahan oleh ratusan warga yang berkumpul malam hari itu. Lima orang peminum yang kabur juga dihadirkan di mapolsek. Namun mereka hanya semalam berada di mapolsek. “Kasus tersebut sudah kami proses. Para peminum kami bebaskan karena tidak ada unsur pidana yang dilakukan,” tegas Kapolsek Singgahan AKP Sabar, Rabu (16/12). Mereka hanya bakal dibidik pasal tipiring (tindak pidana ringan) karena telah mengedarkan miras.Surya
Murid Ditampar Balas Kepruk Guru, Dilakukan Siswa SMP
Ulah Fr, 14, siswa kelas tiga sebuah SMP swasta di kawasan Tulangan, Sidoarjo ini tak patut ditiru. Bocah asal Desa Kemantren Tulangan ini nekat mengepruk gurunya, Ahmad Syaiful Anam, 36, memakai besi cor sepanjang 10 sentimeter.Fr dendam kepada guru yang bertempat tinggal di Desa Kepuh Kemiri RT 1/RW1 Tulangan tersebut karena pernah ditempeleng setelah ditegur tidak lengkap menyerahkan hasil pekerjaan rumah (PR) mata pelajaran Bahasa Inggris. Berdasarkan informasi yang dihimpun Surya, Fr tiba-tiba nekat mengepruk kepala gurunya dengan sebatang besi cor ulir yang dibawanya sejak dari rumah, saat jam pelajaran berlangsung, di ruang kelas IXB, Senin (14) lalu.
Saat itu, Syaiful Anam baru saja duduk di kursinya usai mengucapkan uluk salam. Namun Fr sontak mendekat kemudian memukulkan besi batangan ini mengenai pelipis kiri hingga telinga kiri Syaiful Anam. Mendapatkan serangan mendadak, korban sontak kaget. Batangan besi itu lalu direbut dari tangan Fr. Begitu korban berhasil merebutnya, besi batangan itu lalu dibuang ke lantai kelas dan diinjak dengan kakinya. Namun rupanya amarah Fr tak terbendung. Dengan tangan kirinya, Fr melayangkan bogem mentahnya ke arah korban.
Aksi Fr ini membuat siswa lainnya kaget dan panik. Situasi ruang kelas IXB tak terkendali. Sebagian siswa perempuan, di antara 40 siswa kelas IXB, berhamburan ke luar kelas. Sedangkan siswa laki-laki berusaha melerai ‘pergumulan’ siswa-guru tersebut. Ulah kalap Fr berakhir setelah sejumlah guru lainnya berusaha mengamankannya. Fr lantas digiring ke ruang kepala sekolah dan selanjutnya dibawa ke Mapolsek Tulangan.
Di saat yang sama, korban yang terluka di bagian pelipis kirinya melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Tulangan. “Keduanya datang bersamaan saat melapor ke polsek Senin lalu,” kata seorang penyidik Polsek Tulangan, Rabu (16/12). Setelah ditelusuri, ulah brutal Fr ini dipicu rasa dendam kepada guru Bahasa Inggrisnya tersebut, karena Fr pernah ditempeleng korban pada Kamis (10/12) pekan lalu. Hukuman itu diterima Fr saat dia diminta menyerahkan hasil pekerjaan rumahnya. Dari lima item soal, Fr hanya mengerjakan satu item soal. Saat ditanya gurunya kenapa hanya satu soal yang dikerjakan, Fr berasalan dirinya malas. “Diduga karena jawaban inilah, korban emosi, “ kata Kapolsek Tulangan AKP Mujiono, Rabu (16/12).
Kepada polisi, sejumlah teman FR mengakui jika Fr terkenal agak bandel di kelasnya. Namun teman Fr ini tidak menjelaskan sejauh mana kebandelan Fr. Saat diperiksa polisi, Fr mengaku dendam kepada gurunya tersebut. Dia juga mengaku tidak suka dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. “Kayaknya pelaku ini kategori siswa bandel. Saat diperiksa penyidik, tidak ada mimik rasa penyesalan,” ungkap Mujiono.
Dari penelusuran polisi, diduga kuat emosi Fr tidak stabil. Saat diperiksa polisi, Fr juga mengaku kerap menerima pukulan dari ayahnya yang pengangguran. Namun saat ditanya apakah dia juga membalas pukulan sang ayah, Fr menjawab tidak. “Karena dia bapak saya sendiri,“ kata Mujiono menirukan pengakuan Fr.
Mujiono menyatakan, polisi akan menjerat tersangka dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Ancaman hukumannya empat tahun penjara. Namun karena tersangka masih di bawah umur, polisi hanya mengenakan wajib lapor dan tidak melakukan penahanan. Perlakuan itu diberikan karena Fr berstatus siswa yang hendak mengikuti ujian. “Namun kasusnya tetap kami proses sesuai hukum,“ tegas Mujiono.
Sementara itu, Syaiful Anam belum bisa dikonfirmasi. Saat Surya mendatangi rumahnya, Rabu (16/12) malam, di Dusun Kepuh RT 1/RW 1 Desa Kepuh Kemiri, Tulangan, seorang perempuan yang mengaku istrinya, meminta agar Surya tidak mewawancarai Syaiful Anam. “Suami saya lagi terbaring, masih sakit,“ katanya, pukul 21.00 WIB. Meski begitu, istri Syaiful Anam membenarkan jika kejadian itu sudah dilaporkan suaminya ke polisi. “Memang sudah dilaporkan kok,“ katanya.
Tidak Ramah Anak
Menurut pengamat pendidikan yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, Daniel M Rosyid, peristiwa kekerasan yang kerap terjadi pada lingkup dunia pendidikan merupakan imbas dari pendekatan pengajaran yang keliru. Proses pendidikan tidak berorientasi pada anak atau tidak ramah anak. “Sekolah hanya menjadi tempat guru mengajar, tetapi bukan tempat murid belajar. Proses pendidikan ini tidak memperhatikan kondisi murid,” kata Daniel ketika dihubungi Surya, Rabu (16/12) malam. Dengan pola pendekatan sistem pengajaran semacam itu, menurutnya kekerasan kepada siswa akan terus terjadi. Baik berbentuk kekerasan fisik maupun non fisik, misalnya mengabaikan pendapat siswa dan menutup ruang diskusi atau dialog dengan siswa.
Daniel menduga kejadian kekerasan guru dan siswa di Sidoarjo juga terpengaruh oleh kondisi menjelang ujian nasional. Baik siswa maupun guru saat ini tengah menghadapi tingkat stres yang tinggi. “Saya menduga mendekati unas, guru dan murid mengalami tingkat stres tinggi. Bukan tidak mungkin berikutnya akan ada kejadian kesurupan massal atau histeria siswa sekelas,” kata Daniel.
Yang lebih perlu diwaspadai adalah kondisi para siswa kelas 3 SMP dan SMU yang kini harus duduk di bangku sekolah antara 6-7 jam per hari. Belum lagi pelajaran tambahan di luar sekolah. Akibatnya, kegiatan hobi siswa seperti musik dan olahrga yang bisa menjadi ajang refreshing yang menyenangkan menjadi terkurangi.
Menurut Daniel, kejadian seperti di Sidoarjo juga tidak bisa semata-mata dianggap kesalahan guru. Sebab akibat pendekatan pengajaran yang keliru, guru juga menjadi korban. “Menurut saya, sebaiknya diselesaikan di lingkup pendidikan dulu. Tetapi perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam. Sanksi buat guru sebaiknya diperingatkan dulu,” jelas Daniel.SURYA